Indonesia Incar Pasar Uni Eropa dan Inggris Seiring Naiknya Tarif AS

Jakarta – Kementerian Perdagangan RI tengah mempertimbangkan Uni Eropa dan Inggris sebagai alternatif tujuan ekspor sebagai respons atas kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Indonesia mengekspor produk turunan minyak kelapa sawit, peralatan listrik, dan garmen ke AS. Ekspor Indonesia ke AS pada 2023 mencapai US$27,9 miliar, terbesar kedua setelah China.

Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, neraca perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa pada 2024 mencatat surplus sebesar US$4,5 miliar. Ekspor utama Indonesia ke Uni Eropa hampir sama dengan AS, yakni minyak kelapa sawit dan turunannya.

Indonesia juga mengekspor banyak bijih tembaga dan konsentratnya, asam lemak monokarboksilat industri, alas kaki, makanan, dan residu padat ke Uni Eropa. Impor dari Uni Eropa meliputi obat-obatan, mesin pembuat pulp dari bahan selulosa, kendaraan bermotor, serta mesin dan peralatan.

“Eropa dan Inggris sebetulnya punya potensi pasar yang sangat besar, bukan hanya pasar tradisional,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Fajarini Puntodewi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 24 April 2025.

Menurut Fajarini, Kementerian Perdagangan berencana meyakinkan eksportir untuk mengalihkan fokus dari AS ke Uni Eropa dan Inggris. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada 2024 mencapai US$17,3 miliar atau tumbuh 4,01 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, impor Uni Eropa senilai US$12,8 miliar atau turun 9,12 persen.

Sementara itu, berdasarkan data The Observatory of Economic Complexity (OEC), ekspor Indonesia ke Inggris pada 2023 mencapai US$2,86 miliar. Ekspor utama Indonesia ke Inggris adalah nikel matt.

Selain menjadi salah satu tujuan ekspor utama, Uni Eropa juga menempati peringkat ke-9 sebagai sumber Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia. Investasi Uni Eropa di Indonesia pada tahun 2024 mencapai US$1,1 miliar dari 11 ribu proyek.

Meskipun nilai FDI menurun 52,4 persen dibanding tahun 2023 yang sebesar US$2,32 miliar. Sementara itu, pada tahun 2020-2024 mencapai US$9,9 miliar dengan lebih dari 37 ribu proyek.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono menyatakan tarif bea masuk produk tekstil dan pakaian jadi Indonesia ke AS saat ini berkisar 15 hingga 30 persen. Dimulai dari tarif awal 5 hingga 20 persen, ditambah tarif dasar baru sebesar 10 persen yang mulai berlaku pada 5 April 2025.

Produk ekspor Indonesia terancam tarif timbal balik Trump. Kebijakan tarif impor baru AS terdiri dari tiga jenis: tarif dasar baru, tarif sektoral, dan tarif timbal balik. Untuk Indonesia, tarif timbal balik sebesar 32 persen memang telah diumumkan, tetapi ditunda selama 90 hari sejak 9 April 2025.

Jika tarif resiprokal 32 persen itu diterapkan, total tarif impor produk tekstil dan pakaian jadi Indonesia bisa mencapai 37-52 persen. Hal ini karena tarif awal (5-20 persen) digabungkan dengan tarif resiprokal yang menggantikan tarif dasar baru yang sebelumnya telah diterapkan. Dengan potensi tarif ini, eksportir Indonesia harus mencari negara tujuan ekspor baru untuk mengantisipasi penurunan ekspor akibat tarif tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *