99.000 Orang Tandatangani Petisi Desak Prabowo Batalkan PPN 12 Persen

Business New City – Sebanyak 99.098 orang telah menandatangani petisi yang ditujukan kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto untuk membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) sebesar 12 persen di laman change.org.

Seperti yang dilihat Tempo pada Kamis, 19 Desember 2024 pukul 10.11 WIB, total petisi hari ini yang ditandatangani sebanyak 43.652 orang.

Petisi ini digagas oleh Bareng Warga dengan judul ‘Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!’. Mereka juga menggunakan tagar #PajakMencekik dan #TolakKenaikaiPPN.

Petisi tersebut menyatakan bahwa menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang dapat memperparah kesulitan rakyat.

Mereka menilai, dampak kebijakan ini dapat menaikkan harga berbagai kebutuhan di tengah perekonomian rakyat yang belum baik.

“Contohnya, terkait pengangguran terbuka, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, angkanya masih sekitar 4,91 juta orang. Lalu, dari 144,64 juta orang yang bekerja, mayoritas atau 57,94 persen bekerja di sektor informal. Jumlahnya mencapai 83,83 juta orang,” tulis petisi tersebut.

Mereka juga menyinggung soal upah yang masih bermasalah. Mengutip data BPS Agustus, sejak 2020 disebutkan upah pekerja semakin mendekati rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP). Mereka juga menilai UMP sebagai acuan penghasilan layak masih dipertanyakan.

Selain itu, mereka juga menilai kenaikan PPN dapat memengaruhi daya beli. Sebab, sejak Mei 2024 daya beli masyarakat sudah menurun, dan jika PPN terus dipaksa naik, daya beli dikatakan “jatuh bebas”.

Atas dasar itu, mereka kemudian berpendapat Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU HPP.

“Sebelum luka masyarakat makin menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online makin membesar dan merembet ke mana-mana,” tulis petisi tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan, bukan pemerintah yang menentukan kenaikan PPN menjadi 12 persen, melainkan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI).

Airlangga mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan keputusan DPR RI melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HHP).

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, seluruh fraksi di Senayan, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menyetujui pengesahan UU tersebut. DPR mengesahkan UU Nomor 7 Tahun 2021 dalam rapat paripurna pada 7 Oktober 2021.

Jadi bukan pemerintah yang menentukan, kata Airlangga di Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur, Selasa, 17 Desember 2024.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerapan PPN sebesar 12 persen akan dikenakan pada barang dan jasa yang masuk dalam kategori mewah. Ia mengatakan selama ini barang dan jasa mewah banyak dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke atas yang masuk dalam kategori desil 9 hingga 10.

“Kita akan menyisir kelompok harga barang dan jasa yang masuk dalam kategori barang dan jasa premium,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin, 16 Desember 2024.

Sri Mulyani mencontohkan beberapa barang dan jasa mewah yang akan dikenakan PPN sebesar 12 persen, yaitu beras premium, buah-buahan premium, daging premium (seperti daging wagyu dan kobe), ikan premium (seperti ikan salmon dan tuna premium), udang, dan krustasea premium (seperti rajungan).

Selanjutnya layanan pendidikan premium seperti layanan pendidikan mahal dan berstandar internasional, layanan kesehatan medis premium atau VIP, dan listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan kapasitas 3.500 sampai dengan 6.600 VA.

Selain itu, Sri Mulyani juga menyebutkan beberapa jenis komoditas yang tidak dikenakan PPN, seperti beras, daging, ikan, telur, sayur-sayuran, susu, gula konsumen, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa ketenagakerjaan, jasa keuangan, jasa perasuransian, vaksin polio, dan pemakaian air.

Ada pula sejumlah komoditas pokok lain yang pajaknya tetap sebesar 11 persen, seperti tepung terigu, gula industri, dan minyakita. Pemerintah mempertahankan tarif PPN untuk ketiga komoditas tersebut dengan menggunakan mekanisme kebijakan insentif pajak yang ditanggung pemerintah.

Keyword Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *