Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 yang mengatur tentang penyaluran tunjangan hari raya (THR) bagi pekerja dan buruh di perusahaan.
Peraturan tersebut dengan jelas menyatakan bahwa pembayaran THR harus dilakukan secara penuh dan tidak dapat diangsur.
Menurut surat edaran tersebut, THR diberikan untuk membantu pekerja dan keluarga memenuhi kebutuhan selama perayaan keagamaan. Pada akhir Maret 2025, akan berlangsung dua hari besar keagamaan, yaitu Hari Raya Nyepi pada 29 Maret 2025 dan Hari Raya Idul Fitri yang diperkirakan jatuh pada 31 Maret 2025.
Kewajiban pemberian THR diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya bagi Pekerja dan Buruh di Perusahaan.
“THR Keagamaan wajib dibayarkan penuh oleh pemberi kerja dan tidak dapat dibayarkan secara mencicil,” demikian bunyi Surat Edaran Nomor M/2/HK.04.00/III/2025, seperti dikutip pada Rabu, 12 Maret 2025.
Selain itu, THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Artinya, jika Hari Raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 31 Maret 2025, perusahaan wajib menyalurkan THR paling lambat tanggal 24 Maret 2025.
Surat edaran tersebut juga menyebutkan bahwa THR diberikan kepada karyawan yang telah bekerja terus-menerus minimal satu bulan. Hal ini berlaku bagi pekerja dengan kontrak kerja waktu tidak tertentu maupun kontrak kerja waktu tertentu.
Besaran THR berbeda-beda, tergantung pada lamanya masa kerja. Pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih berhak memperoleh THR sebesar satu bulan upah.
Sementara itu, bagi yang telah bekerja sekurang-kurangnya satu bulan tetapi kurang dari 12 bulan akan menerima besaran proporsional yang dihitung dengan membagi masa kerja dengan 12 dan dikalikan dengan satu bulan upah.
Surat edaran tersebut juga memuat ketentuan bagi pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian upah harian. Bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih, THR-nya dihitung berdasarkan penghasilan rata-rata selama 12 bulan terakhir. Bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, THR-nya dihitung berdasarkan upah bulanan rata-rata yang diterima selama masa kerja.
Bagi pekerja yang upahnya ditetapkan berdasarkan output atau satuan produksi, besaran THR dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan selama 12 bulan sebelum hari raya keagamaan.
Untuk memastikan kepatuhan, Kementerian Ketenagakerjaan telah mendirikan pusat pengaduan dan konsultasi terkait THR pada tahun 2025. Pusat yang berlokasi di PTSA, Kementerian Ketenagakerjaan ini menyediakan layanan konsultasi tatap muka mulai pukul 08.00 hingga 14.00 WIB.
“Pemberian THR merupakan kewajiban wajib bagi pengusaha,” kata Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dalam keterangan tertulis dari kantornya di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025. Pusat konsultasi serupa juga telah didirikan di kantor-kantor dinas ketenagakerjaan provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.