Business New City – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mendorong badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan swasta untuk membangun pabrik gas minyak cair ( LPG ) dengan kapasitas produksi 1,5 hingga 2,0 juta ton per tahun.
Hal ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG.
“Pertama, kami dorong (perusahaan energi milik negara) PT.Pertamina untuk membangun pabrik ini. Kami juga akan mengajak pihak swasta untuk bekerja sama,” kata Lahadalia dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR di Jakarta, Rabu.
Saat ini, Indonesia sangat bergantung pada LPG impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Subsidi LPG nasional membebani negara sebesar Rp83 triliun (US$1 = Rp15.731) setiap tahun.
Menurut Lahadalia, konsumsi LPG di Indonesia telah mencapai 8,0 juta ton per tahun, namun produksi LPG dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 1,9 juta ton dari total kebutuhan. Oleh karena itu, negara ini harus mengimpor LPG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Lebih lanjut ia mengatakan, meski dibangun pabrik LPG berkapasitas 2,0 juta ton, Indonesia masih akan mengalami defisit LPG sekitar 4,0 juta ton.
Pasalnya, potensi gas bumi yang dijadikan bahan baku LPG, yakni propana (C3) dan butana (C4) baru mencapai 1,5 hingga 2,0 juta ton per tahun, terangnya.
Untuk mengatasi defisit tersebut, pemerintah akan mempercepat pembangunan jaringan gas di sejumlah wilayah Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Jakarta, dan Yogyakarta. Beberapa wilayah di Sumatera juga telah memulai pembangunan jaringan gas.
Untuk mempercepat proyek tersebut, Lahadalia mengusulkan penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak. Ia mengatakan, jika proyek diserahkan sepenuhnya kepada swasta, dikhawatirkan tidak akan selesai dalam satu periode pemerintahan.
“Dan (usulan) ini sudah saya laporkan kepada Menteri Keuangan dan Presiden,” imbuhnya.