Partai Buruh Desak Presiden Terpilih Prabowo Kaji Ulang UU Cipta Kerja

Business New City – Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal meminta Presiden terpilih Prabowo Subianto mengkaji ulang Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Ia menekankan perlunya kajian khusus terhadap klaster ketenagakerjaan dalam regulasi tersebut.

Pesan itu disampaikannya saat jumpa pers di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 September 2024, seraya menyampaikan harapannya untuk kesejahteraan buruh dan kelas pekerja. “Kami mohon, minta, dan harapkan ada peninjauan ulang terhadap UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan,” katanya.

Sejak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 5 Oktober 2022, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menuai kontroversi di masyarakat, terutama di kalangan buruh dan aktivis akar rumput. Hal ini terlihat dari banyaknya aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh kaum buruh.

Beberapa aspek UU Cipta Kerja dikritik karena dianggap bias dan mengabaikan perlindungan pekerja, meskipun tujuannya adalah untuk mendukung investasi. Akibatnya, penolakan publik terus berlanjut sejak awal.

Selain mengkaji ulang UU Cipta Kerja, Partai Buruh juga menuntut kenaikan upah minimum ke tingkat layak dan produktif yang harus dilaksanakan pada tahun 2025. Partai ini juga memperjuangkan penghapusan outsourcing secara permanen dan maraknya upah rendah di Indonesia.

Lebih lanjut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu menyinggung soal reforma agraria, kedaulatan pangan, pengangkatan guru dan tenaga honorer sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), serta penyediaan pendidikan gratis, khususnya hingga jenjang perguruan tinggi.

Said Iqbal lebih lanjut menyatakan optimismenya, setidaknya klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja bisa menjadi fokus di masa kepemimpinan Prabowo-Gibran. “Kami berharap Pak Prabowo mempertimbangkan itu saat dilantik pada 20 Oktober 2024,” katanya. Ia meyakini, enam poin penting itu bisa terwujud dalam tiga bulan atau seratus hari pertama masa jabatan Prabowo sebagai presiden menggantikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi . “Itu masalah keyakinan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *