Business New City – Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia menyatakan sejumlah tekstil impor asal Cina tidak terdaftar sebagai barang yang masuk ke Indonesia, sehingga mengakibatkan kerugian yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Dugaan itu muncul karena adanya perbedaan antara angka ekspor Cina ke Indonesia dengan angka impor Indonesia dari Cina, kata seorang pejabat kementerian.
“Terdapat perbedaan yang cukup besar pada kode HS untuk pakaian jadi 61-63. Data ekspor Tiongkok ke Indonesia hampir 3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan impor Indonesia dari Tiongkok. Kami menduga hal ini mengindikasikan adanya produk-produk yang tidak terdaftar yang masuk ke Indonesia secara ilegal,” kata Pelaksana Tugas Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Temmy Setya Permana, di Jakarta, 6 Agustus lalu.
Berdasarkan data peta perdagangan Kementerian Perindustrian, potensi nilai produk tekstil China ke Indonesia pada 2022 sebesar Rp29,5 triliun. Pada 2021, potensinya mencapai Rp29,7 triliun.
Sementara itu, berdasarkan data yang sama, nilai ekspor Tiongkok ke Indonesia pada 2022 tercatat sebesar Rp61,3 triliun. Namun, nilai impor Indonesia dari Tiongkok hanya sebesar Rp31,8 triliun. Sementara itu, pada 2021, nilai ekspor Tiongkok ke Indonesia tercatat sebesar Rp58,1 triliun, dan nilai impor Indonesia ke Tiongkok sebesar Rp28,4 triliun.
Data ini, menurut Temmy, menimbulkan kecurigaan adanya produk ilegal yang masuk ke Indonesia. “Kami menduga ada produk yang masuk secara ilegal dan belum terdaftar. Kami sedang memeriksa berbagai jenis garmen atau tekstil atau produk tekstil (TPT),” katanya.
Banyaknya barang tak terdaftar yang masuk ke dalam negeri telah membanjiri pasar domestik dengan barang murah yang diimpor secara ilegal. “Hal ini mengakibatkan distorsi harga di pasar,” pungkasnya.
Temmy mengatakan, impor ilegal dapat berdampak pada hilangnya 67.000 lapangan pekerjaan dengan total pendapatan karyawan sebesar Rp2 triliun per tahun, serta potensi kerugian PDB multisektor dari industri tekstil sebesar Rp11,83 triliun per tahun.
Kementerian Koperasi dan UKM merekomendasikan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) sebesar 200 persen terhadap produk tekstil, dengan mempertimbangkan pembatasan hanya untuk produk akhir seperti pakaian jadi, aksesori, dan alas kaki.